1.
Filsafat
Pancasila dalam Dinamika Wawasan Kebangsaan “Multi Kultural”
Kalimat di atas dapat dimaknai sebagai suatu bentuk pemahaman
filsafat mengenai eksistensi Pancasila dan peran dari keberadaan Pancasila
tesebut sebagai pemersatu perbedaan budaya, ras, suku beserta adat-istiadat
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ditengah gembarkan wawasan dan pemikiran
multi kultural. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan
kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikultural berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural
(budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya.
Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan
mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya.
Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya
verbal, bahasa dan lain-lain.
Konsep tentang mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari
pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula
ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya.
Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni
”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama dari
negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang atheis.
Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap
konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara nasional. Multikuturalisme
menurut beberapa ahli: “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia
yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan
multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri
dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit
perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi
sosial, sejarah, adat serta kebiasaan. Geografi Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar memiliki keunikan budaya, terlebih jika dikaitkan dengan
letah dalam peta dunia. Wilayah lingkungan utama kehidupannya juga
memperlihatkan variasi yang berbeda-beda. Ada komunitas yang mengandalkan pada
laut sebagai sumber kehidupannya seperti orang Bajo. Orang-orang Bugis-Makasar,
Bawean, dan Melayu dikenal sebagai masyarakat pesisir; serta terdapat pula
komunitaskomunitas pedalaman, antara lain orang Gayo di Aceh, Tengger di Jawa
Timur, Toraja di Sulawesi Selatan, Dayak di Kalimantan, dan lain sebagainya.
Karakter itu ditambah lagi dengan perbedaan-perbedaan tipe masyarakatnya.
Sesungguhnya multikultural tersebut sebagai suatu keadaan obyektif yang
dimiliki bangsa Indonesia. Tetapi kemajemukan itu tidak menghalangi keinginan
untuk bersatu. Sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah
sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara
Indonesia yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu mengakomodasi seluruh
kepentingan kelompok sosial yang multikultural, multietnis, dan agama ini.
Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka. Harus memberikan ruang
terhadap berkembangannya ideologi sosial-politik yang pluralistik.
Dengan memahami filsafat pancasila,
maka kita lebih arif dan bijaksana dalam memandang keberagaman tersebut. Pancasila
adalah ideologi terbuka dan tidak boleh mereduksi pluralitas ideologi
sosial-politik, etnis dan budaya. Melalui Pancasila seharusnya bisa ditemukan
sesuatu sintesis harmonis antara pluralitas agama, multikultural, kemajemukan
etnis budaya, serta ideologi sosial politik, agar terhindar dari segala bentuk
konflik yang hanya akan menjatuhkan martabat kemanusiaan itu
Ada lima hal penting jika melihat hubungan antara
pancasila dan multikulturalisme:
1) Multikulturalisme adalah pandangan
kebudayaan yang berorientasi praktis yakni menekankan perwujudan ide menjadi
tindakan. Multikulturalisme menghendaki proses belajar mengenaiperbedaan
kebudayaan yang dimulai dari sikap dan interaksi antar kebudayaan.
2) Multikulturalisme menjadi grand strategi
dimasa depan khususnya dalam pendidikan nasional yang menekankan learning by
doing or practicing.
3) Memosisikan multikulturalisme sebagai
perwujudan pancasila maka kebudayaan tidak lagi dijadikan sampiran atau
embel-embel saja, atau kambing hitam jika terjadi pergolakan masyarakat,
melainkan dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa karena
bang sa bertumpu pada persoalan kebudayaan.
4) Dengan memosisikan pancasila sebagai
cita-cita, maka semua persoalan dalam masyarakat tidak akan mempersulit posisi
pancasila tetapi justru akan mendukungnya.
5) Perubahan dari cara berfikir pluralisme ke
multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan kebudayaan yang
menyangkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan. Diperlukan dua syarat
a) harus meiliki pemahaman mengenai multikulturalisme di Indonesia b) kebijakan
harus berjangka panjang dan konsisten.
Upaya-upaya untuk mewujudkan kehidupan Indonesia yang
lebih baik dari sebelumnya dapat dilakukan dengan menerapkan sikap-sikap
sebagai berikut:
- Manusia tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan tertentu, dimana sistem nilai dan makna diterapkan dalam berbagai simbol-simbol budaya dan ungkapan-ungkapan bangsa.
- Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sistem makna yang berbeda, sehingga budaya satu memerlukan budaya lain. Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka akan memperluas cakrawala pemahaman akan makna multikulturalisme.
- Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.
- Paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga kompetensi normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
- Integrasi sosial yang menjamin bahwa koordinasi tindakan politis tetap terpelihara melalui sarana-sarana hubungan antar pribadi dan antar komponen politik yang diatur secara resmi tanpa menghilangkan identitas masing-masing unsur kebudayaan.
- Sosialisasi yang menjamin bahwa konsepsi polotik yang disepakati harus mampu memberi ruang tindak bagi generasi mendatang dan penyelarasan konteks kehidupan individu dan kehidupan kolektif tetap terjaga.
Dapat dikatakan bahwa secara
konstitusional negara Indonesia dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan
bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam kebhinnekaan. Demokratis dan
berkeadilan sosial, belum sepenuhnya tercapai. Konsekuensinya adalah keharusan
melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya yang maju, tatanan sosial
politik yang demokratis dan struktur sosial ekonomi masyarakat yang adil dan
bersifat kerakyatan.
2.
Kata-kata yang
dipopulerkan pada masa sekitar lahirnya Pancasila yaitu Philosofische Gronslag, Weltanschauung, dan alat perekat batin.
a.
Philosofische Gronslag ( Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara)
Ir.
Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila
adalah philosofisschegrondslag
itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya
didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”. Pancasila
merupakan dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok
Pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila tercantum dalam UUD
1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi
sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
(Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik
Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar
negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala
sumber hukum
(sumber hukum
formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu
pengetahuan hukum). Serta melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Tap No.
XVIII/MPR/1998 mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara RI.
Pancasila sebagai dasar atau basis filosofi bagi
Negara dan tertib hukum Indonesia, dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Pancasila
merupakan dasar filsafat Negara (asas kerohanian Negara), pandangan hidup dan
filsafat hidup
b.
Di atas basis
(dasar) itu berdirilah Negara Indonesia dengan asas politik Negara (kenegaraan)
yaitu berupa Republik yang berkedaulatan rakyat
c.
Kedua-duanya
menjadi basis penyelenggaraan kemerdekaan Negara sebagaimana tercantum dalam
hukum positif Indonesia, termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
d.
Di atas
Undang-Undang Dasar (yaitu sebagai basis) maka berdirilah bentuk susunan
pemerintahan dan keseluruhan peraturan hukum positif yang lainnya, yang
mencakup segenap bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan hidup bersama yang
berasas kekeluargaan
e.
Segala sesuatu
yang disebutkan di atas adalah demi tercapainya suatu tujuan bersama yaitu
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara tersebut yaitu kebahagiaan bersama,
baik jasmaniah maupun rohaniah serta Tuhaniah.
Pada hakikatnya jika kita berbicara mengenai Pancasila
sebagai Dasar Filsafat Negara dapat diketemukan dalam dokumen historis sebagai
berikut:
1. Pancasila
Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir.
Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia
dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut :
v Kebangsaan Indonesia.
v Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
v Mufakat atau Demokrasi.
v Kesejahteraan sosial.
v Ketuhanan.
2. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam
Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Zyumbi Tioosakai,
telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia Perumus terdiri atas
9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah
politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan
Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang
diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD
yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu
rancangan UUD-RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno
Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah
Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea
IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
v Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara
Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPUPKI merampungkan tugasnya
dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai
penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada
tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI
tersebut. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :
a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil
Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai
Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu
dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada
tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8
propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga
menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945
alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah
Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai
dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v Kemanusiaan yang adil dan beradab.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Mukadimah Konstitusi
RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag
(Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2
September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin
oleh Drs.Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg)
dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van
Marseveen. Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil
dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS
(Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan
penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan
Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan
Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah
pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani
Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS. Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota
Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang
mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia
telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi
RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian
Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada
alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut
:
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Prikemanusiaan.
v Kebangsaan.
v Kerakyatan.
v Keadilan Sosial.
5. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara
Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya,
bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena
bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan
dan jiwa proklamasi. Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin
Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian
dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa
dan Satu Bahasa. Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan
pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk
negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai Konstitusi, negara federal
RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar
menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada
tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :
1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai
setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden
Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik
Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr.
Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147
Pasal). Perubahan bentuk aradi dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar
falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950,
alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi
RIS yaitu :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
V Prikemanusiaan.
V Kebangsaan.
V Kerakyatan.
V Keadilan Sosial.
a. Pancasila
Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih
anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada akhir
tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang
dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan
sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang
baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka
pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada
pokoknya berisi pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945,
secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah aradi yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti
berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
V Kemanusiaan yang adil dan beradab.
V Persatuan Indonesia.
V Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
V Keadilan aradi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik
Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata
urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan,
pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua
Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini
adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum,
oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah
konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis
formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang
harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No.
12/1968 tersebut.
b.
Weltanschauung (Dasar
Pandangan Hidup Bangsa)
Setiap manusia
di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan
menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai
luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan
manusia dengan aradi, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya. Pandangan hidup yang diyakini
suatu masyarakat maka akan berkembang secara dinamis dan menghasilkan sebuah
pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya
mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari. Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup
yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, sikap hidup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama
Pancasila.
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pemikiran terdalam dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat Indonesia maka pandangan hidup Pancasila berakar pada
budaya dan pandangan hidup masyarakat artinya nilai-nilai yang terkandung di
dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa
Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai
budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa
Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan
atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi
bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila
sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil
kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI.
Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat
Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.
c.
Pancasila sebagai Alat Perekat Batin
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah
dan kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan
tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup
yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai
sesuatu yang mulia dan luhur. Indonesia adalah bangsa yang mampu mempertautkan
solidaritas aradigm, merangkum tak kurang dari 250 kelompok etnis dan bahasa,
di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa, Indonesia mampu
menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi isolasi
pergaulan antarsuku. Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan
cara untuk mengikat suku bangsa dalam sebuah aradi kebangsaan. Tepatnya sebelum
pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai landasan
aradi Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat menyinggung “aradi
kebangsaan” yang mengandaikan kedaulatan yang berfungsi aradi perlindungan dan
pengawasan pada putra negeri serta kesempatan luas berhubungan dengan aradi
lain. Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas
dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat
yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak dan bentuk
kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang
penting di dalam Indonesia yang beragam dalam hal agama, suku, etnis dan
bahasa. Pentingnya persatuan sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia
bukan hanya bertumpu pada perangkat keras seperti kesatuan politik
(pemerintahan), kesatuan aradigmnc, dan iklusivitas warga, akan tetapi juga
memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan nasional. Bahwa
persatuan memerlukan apa yang disebut Soekarno sebagai “identitas nasional”, “kepribadian
nasional”, dan “berkepribadian dalam kebudayaan”.
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan
pada tekad yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus
penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia,
kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (”berbeda-beda
namun satu jua”) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan
kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan
pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak
dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan
sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara ”bhineka
tunggal ika” mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi
tetap terintegrasi dalam keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik
saat ini, terutama setelah reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan:
konflik dan kekerasan berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang
sebetulnya tidak fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang
melibatkan etnis dan agama. Kini, setelah
enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan secara publik saat ini
merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meradikalkan Pancasila
agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila haruslah dijadikan
dasar kehidupan bersama karena di dalamnya mengajarkan nilai-nilai kehidupan
bersama, multikulturalisme, persatuan, demokrasi, keadilan sosial dan
penghormatan terhadap kelompok-kelompok minoritas.
Pancasila haruslah menjadi perekat
bangsa, menjadi landasan persatuan dan kesatuan Indonesia, perekat batin setiap
warga negaranya untuk saling menghormati, menyayangi dan melengkapi satu dengan
lainnya. Melupakan Pancasila sama artinya dengan mengingkari ikrar, kesepakatan,
atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain
itu, juga dem ikian, manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan
mengubah kesepakatan itu, maka sama artinya dengan melakukan
pengingkaran sejarah dan janji yang telah disepakati bersama.
Pancasila adalah sebagai tali
pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap
saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan
melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu. Oleh sebab
itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan
dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal
maupun non formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak
dikenal di aradi lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini
tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah,
kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman
bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.
3.
a. With God
blessing and moved by the high ideal of a free nation life, the Indonesian
people hereby declare their indevendence
yang berarti “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya” (Alinea ke 3 Pembukaan UUDNRIT 1945)
Makna
dari kalimat tersebut adalah menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan
materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi
keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan menyatakan
kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal tersebut berarti
bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan material dan
spiritual serta keseimbangan kebidupan di dunia dan di akhirat. Alinea ini
memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan
(sejak dari Piagam Jakarta) serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam
perjuangan mencapai kemerdekaannya yang berwawasan kebangsaan.
b. Since aradigmnce
is the right of every nation, any subjugation in this world is contrary to
humanity and justice and must therefore be abolished
yang artinya adalah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” (Alinea
ke 1 Pembukaan UUDNRIT 1945)
Makna
yang terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan keteguhan dan
kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah kemerdekaan melawan
penjajah.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia. Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia. Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.
Alasan
bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga
harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia. Pendirian tersebut itulah
yang melandasi dan mengendalikan politik luar negeri kita.
B. 1. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan dasar Negara Pancasila mengacu
pada 5 hal yaitu sintesis dari demokrasi barat, islamisme, marxisme,
nasionalisme Sun Yat Send dan Humanisme ala Ghandi. Namun demikian pemikiran
Soekarno mendasar pada kausa materialis yang ada pada bangsa Indonesia yaitu
nilai ke-Tuhanan YME, kemanusian, semangat kekeluargaan atau gotong royong,
realitas etnis dan kebudayaan.
a. Indentifikasi Permasalah
Setiap bangsa dalam mewujudkan cita-cita kehidupannya
secara objektif memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan melalui suatu proses
serta perkembangan sesuai dengan latar belakang sejarah, realitas social,
budaya, etnis, kehidupan keagamaan dan konstelasi geografis yang dimiliki oleh
bangsa tersebut. Pada mulanya core
philosophy liberalism-individualisme ditolak oleh para pendiri bangsa,
namun pada akhirnya tidak dipungkiri pemikiran Soekarno dalam perumusan
Pancasila mengacu pada demokrasi barat, islamisme, marxisme, nasionalisme Sun
Yat Send dan Humanisme ala Ghandi. Yang pada akhirnya akan menimbulkan
permasalah bilamana pemahaman pada Pancasila tersebut tidak secara
komprehensif. Bisa saja suatu saat pemikiran yang mempengaruhi Pancasila tersebut
lebih dominan dilaksanakan dibandingkan nilai-nilai luhur Pancasila itu
sendiri. Misalnya Pancasila dilaksanakan lebih kepada Marxisme, hal ini
tentunya akan berdampak buruk bagi bangsa dan warga Negara Indonesia atau lebih
kepada demokrasi barat yang bebas terutama dalam era globalisasi sekarang.
b. Rumusan Masalah
a. Bagaimana peran dan kekuatan
Pancasila sebagai filterisasi masuknya ideology-ideologi asing ke Negara
Indonesia?
b. Apasajakah dampak yang ditimbulkan bilamana pemahaman terhadap historis
dan nilai-nilai luhur Pancasila tidak dilaksanakan secara komprehensif dan
maksimal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?
c. Langkah apasajakah yang dapat ditempuh untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?
c.
Alternative
Kebijakan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat
disusun alternative kebijakan yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi pada
permasalahan tersebut, yaitu:
1. Aktualisasi Pancasila secara Subyektif dan secara Obyektif
2. Menolak dengan tegas ideology dan pengaruh globalisasi yang masuk ke
Indonesia
d.
Kebijakan yang
paling memungkinkan untuk dilakukan
Kebijakan yang paling memungkinkan untuk dilakukan
adalah pada poin pertama yaitu Aktualisasi Pancasila secara Subyektif dan
secara Obyektif.
b. Action Plan kebijakan
Pancasila sebagai
ideology bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang dikontruksi oleh para pemikir
atau elit politik yang memandang perlu
adanya system konvensi yang dapat menjadi kekuatan pengikat mental masyarakat
(Mustansyir, 2006:3). Pancasila memiliki peran dan kekuatan dalam filterisasi
berbagai ideology yang masuk ke Indonesia. Ideology yang bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila dan budaya Indonesia akan segera terpinggirkan dan
disaring untuk tidak masuk ke Indonesia. Hanya saja hal ini harus ditunjang
dengan pemahaman komprehensif oleh seluruh warga Negara Indonesia akan
pentingnya nilai-nilai luhur Pancasila tersebut baik secara konseptual maupun
secara historis Pancasila sehingga internalisasi dan aktualisasi Pancasila
secara Subyektif dan Obyektif dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Jika
tidak maka akan berdampak pada penyalahgunaan Pancasila dan keacuhan terhadap
nilai-nilai Pancasila.
Konsekuensi Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara mengandung makna setiap aspek penyelenggaraan
Negara, semua sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat
berbangsa dan bernegara harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Aktualisasi
Pancasila mengandung arti nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal
dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah
laku warga Negara. Mengapa perlu aktualisasi dan Internalisasi Pancasila? (
Kaelan, 2013: 677)
a.
Perjuangan
kemerdekaan Indonesia dijiwai oleh hasrat sedalam-dalamnya untuk mendirikan
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
b.
Pancasila adalah
landasan ideal dalam perjuangan melawan penjajah dan landasan kerohanian dalam
tujuan nasional maupun internasional
c.
Penyelenggaraan
kehidupan kenegaraan Indonesia pada hakikatnya berdasarkan atas suatu hukum
dasar Negara yang mengandung suasana kebatinan dan cita-cita hukum.
Cara aktualisasi nilai-nilai Pancasila dibedakan
menjadi aktualisasi Subyekti dan aktualisasi obyektif. Aktualisasi subyektif
pelaksanaan Pancasila pada setiap pribadi perseorangan, setiap warga Negara,
setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Pelaksanaannya mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum,
telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga jika perbuatan tidak
memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat
hukum namun juga menimbulkan akibat moral.
Aktualisasi Pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan
Pancasila dalam penyelenggaraan Negara baik di bidang legislative, eksekutif
maupun yudikatif. Langkah-langkahnya:
a.
Menjadikan
Pancasila sebagai penguji dalam menentukan suatu peraturan perundangan itu
bermakna adil atau tidak
b.
Pelaksanaan
UUDNRIT 1945 dan undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok yang tercantum
dalam dasar filsafat Negara Indonesia
c.
Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus
mengingat unsure yang terkandung dalam filsafat Negara
d.
Pelaksanaan
interpretasi harus lengkap dan komprehensif mulai dari perundangan dibawah
Undang-Undang sampai aspek kenegaraan lainnya
e.
Seluruh hidup
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan Pancasila
Internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat dilaksanakan
dengan hal-hal sebagai berikut ini:
a.
Pengetahua:
pengetahuan yang benar tentang Pancasila baik aspek nilai, norma maupun aspek
praksisnya. Dilaksanakan dengan pendidikan, tanpa pendidikan yang cukup maka
pemahaman Pancasila sebagai ideology akan sangat pragmatis ini sangat berbahaya
terhadap ketahanan ideology penerus bangsa
b.
Kesadaran:
selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam dirinya
c.
Ketaatan: selalu
dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir yang
berasal dari luar misalnya pemerintah dan wajib dari diri sendiri
d.
Kemampuan
kehendak: yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan
e.
Watak hati dan
nurani agar selalu mawas diri
2. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila tidaklah berdiri
sendiri-sendiri, bila kita kelompokkan maka akan kembali pada dua kedudukan dan
fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Filsafat Negara dan sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia. Namun demikian kita sadari bahwa sejak digulirkannya
reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang banyak orang termasuk pejabat
Negara seolah-olah enggan berbicara Pancasila.
a. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan dalam kalimat tersebut adalah kedudukan
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa
tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan semakin
lemahnya suara yang menyerukan Pancasila semenjak reformasi tahun 1998 sampai
pada saat ini. Mulai dari pejabat sampai pada rakyat nampaknya takut jika harus
menyebut, membicarakan apalagi menyuarakan Pancasila dengan lantang, keras dan
jelas. Dengan demikian timbul pertanyaan dibalik semua keadaan dan kejadian
semacam tersebut.
b. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan Pancasila menjadi sebuah momok yang
menakutkan untuk dibicarakan?
2. Mengapa kedudukan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara tidak
berjalan baik dan maksimal?
3. Mengapa pelaksanaan pemerintahan nampaknya menjauh dari kedudukan
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, landasan berpikir dan
bertindak bagi Bangsa Indonesia?
c.
Alternative
Kebijakan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat
disusun alternative kebijakan yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi pada
permasalahan tersebut, yaitu:
1. Menguatkan peranan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) sebagai bentuk pendidikan moral, etika dan politik
Pancasila
2. Mengadakan suatu bentuk sosialisasi dan pembudayaan
Pancasila
3. Menjadikan Pancasila sebagai sebuah Doktrin
komprehnesif yang memaksa
d.
Kebijakan yang
paling mungkin dilakukan
Berdasarkan
beberapa kebijakan yang saya tawarkan dia atas yang paling memungkinkan dan
dampaknya cukup baik dalam menyuarakan Pancasila yaitu dengan poin
pertama: Menguatkan peranan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai bentuk pendidikan moral, etika dan
politik Pancasila.
e.Action Plan Kebijakan
Pancasila
seakan enggan dibicarakan dan jauh dari kedudukan serta fungsinya sebagai Philosofische Gronslag dan National Weltanschauung bangsa Indonesia
serta bukan dijadikan dasar pemikiran dalam membuat suatu kebijakan oleh
pemerintah dapat saya analisis dari beberapa factor: pertama Pancasila dianggap
sebagai alat politik orde baru yang pada saat itu menjadi sebuah tameng bagi
tindakan dictator pejabat pemerintahan, sehingga ketika berbicara Pancasila
seakan menguak luka lama dan dianggap sebagai pendukung pemerintah orde baru.
Kedua, Pancasila dianggap sebagai symbol dan kalimat semata sebab lemahnya
kekuatan Pancasila akibat nilai-nilai Pancasila yang tidak dilaksanakan oleh
pejabat pemerintahan. Ketiga, kurang gencarnya pendidikan menyuarakan Pancasila
sehingga generasi muda seakan baru mendengar kata tersebut. Dengan demikian,
maka disinilah peran PKn yang sebenarnya.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa matapelajaran
PKn memuat dua kompetensi sikap yaitu rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Kedua kompetensi tersebut sangat penting dalam membentuk masyarakat Pancasila.
Hal ini juga sesuai dengan amanah PP
No. 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila,
kesadaran berkonstitusi Undang–Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika,
serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PKn
sebagai matapelajaran yang mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian
Pancasila bangsa Indonesia senantiasa perlu untuk dikuatkan dikuatkan aspek moral, etika dan
politik Pancasila sehingga dengan demikian permasalahan mengenai kealfaan
maupun penyelewengan penggunaan kedudukan dan fungsi Pancasila dapat terselesaikan
atas dasar pemikiran (aradigm) dalam memecahkan masalah tersebut sebagai
berikut:
a.
Membelajarkan
PKn. PKn sebagai sebuah model pendidikan moral, etika, politik bangsa harus
dikembangkan sebagai pendidikan terhadap sikap/ watak bangsa (civic disposition) dengan tujuan mulia
membangun bangsa yang beradab dengan basis moral, etika dan politik Pancasila.
Sebab PKn sendiri sudah memilki suatu potensi sebagai matapelajaran yang
terdiri dari nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kenegaraan dimana Pancasila
sebagai Dasar Negara dijadikan sumber dari moral, etika dan politik itu
sendiri, selain itu Pancasila sebagai sumber dari segala hukum yang berlaku di
Indonesia dimana Undang-undang Dasar tahun 1945 dijadikan sebagai landasan
konstitusional dalam membentuk karakter bangsa dan mewujudkan sebuah Negara
yang ber-Ketuhanan. Dengan demikian,
maka melalui PKn bukan sebuah hal mustahil untuk mewujudkan masyarakat
yang cerdas, berakhlak mulia serta aktif dalam berpolitik yang berlandaskan
moral dan etika Pancasila.
b. Menguatkan eksistensi Pancasila melalui PKn. Bila
dapat diibaratkan, maka saya akan mengibaratkan Pancasila sebagai sebuah mobil
yang didalamnya ada seorang supir yaitu PKn dan ada penumpang yaitu peserta
didik maupun warga Negara. Pancasila sebagai sumber moral, etika dan politik. Pancasila
telah dimiliki oleh bangsa indonesia sejak dahulu, kausa utama Pancasila adalah manusia
atau apabila diekplisitkan merupakan bangsa indonesia sendiri. Nilai-nilai
luhur dalam Pancasila
sudah diaplikasikan oleh bangsa indonesia sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republic Indonesia. Hal ini terus berkembang
dan kemudian dirumuskanlah niali-nilai tersebut menjadi dasar negara indonesia
yang sah secara hukum dan ditaati oleh seluruh bangsa Indonesia. Sedangkan PKn merupakan alat etika politik yang
dikembangkan atas wawasan-wawasan kebangsaan dimana perbedaan, pertentangan,
kesejahteraan, pertukaran pemikiran dilaksanakan beasaskan kekeluargaan yang
Pancasilais.
c. Tugas dan tanggung jawab pendidik PKn. Pendidik PKn
selayaknya terus meningkatkan kemampuan dan profesionalisme dalam pendidikan.
Pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai sosok yang memiliki pengalaman
belajar, menjadi contoh (teladan) dan punya integritas, teman bertukar pikiran
bagi peserta didik sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif,
interaktif, serta menjadi tokoh yang inspiratif bagi pesrta didiknya. Selain
itu tentu saja watak dan tindakan pendidik harus mencermikan etika politik
Pancasila sehingga komunikasi antara pendidik dan peserta didik tidak hanya
dalam proses pembelajaran melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
mengorganisasikan materi pembelajaran bukan hanya dalam bentuk informasi namun
memungkinkan pesrta didik menemukan sebuah permasalahan, mencari solusi atas
permasalahan tersebut dan membangun ide-ide baru berkaitan dengan kasus actual
yang terjadi dilingkungan kehidupannya. Hal ini dimaksudkan supaya peserta
didik terlatih untuk berpikir, berdialog dengan orang lain, menerima pendapat
orang atau dengan istilah beretika politik Pancasila.
d.
Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah mengenai evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana
ketercapaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan. Peserta didik sebagai
subyek dari evaluasi harus senantiasa dipantau kemampuannya secara
berkesinambungan. Setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan proses Pembelajaran, pelaksanaan proses
Pembelajaran, penilaian hasil Pembelajaran, dan pengawasan proses Pembelajaran
untuk terlaksananya proses Pembelajaran yang efektif dan efisien (pasal 19 ayat
3 PP No. 32 tahun 2013).
Proses
evaluasi ini diharapkan bukan hanya mengukur kemampuan kognitif (pengetahuan
siswa saja) namun harus menekankan kemampuan afektif siswa(sikap). Sebab moral,
etika dan politik sendiri merupakan kompetensi sikap yang harus dimiliki oleh
peserta didik. Moral, etika dan politik hendaknya dibangun dan dievaluasi
berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai Philosofische Gronslag dan National
Weltanschauung bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Asa Mandiri. (2006). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945. Jakarta: Asa Mandiri
Asa
Mandiri. (2006). Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Asa Mandiri
Kaelan. (2013). Negara
Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Mustansyir,
R. (2006). Notonagoro sebagai Homo
Significans atas Ideologi Pancasila. Yogyakarta: Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan