Minggu, 08 Juni 2014

FILSAFAT PANCASILA DAN WAWASAN KEBANGSAAN




1.      Filsafat Pancasila dalam Dinamika Wawasan Kebangsaan “Multi Kultural”
Kalimat di atas dapat dimaknai sebagai suatu bentuk pemahaman filsafat mengenai eksistensi Pancasila dan peran dari keberadaan Pancasila tesebut sebagai pemersatu perbedaan budaya, ras, suku beserta adat-istiadat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ditengah gembarkan wawasan dan pemikiran multi kultural. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikultural berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Konsep tentang mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang atheis. Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara nasional. Multikuturalisme menurut beberapa ahli: “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan. Geografi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki keunikan budaya, terlebih jika dikaitkan dengan letah dalam peta dunia. Wilayah lingkungan utama kehidupannya juga memperlihatkan variasi yang berbeda-beda. Ada komunitas yang mengandalkan pada laut sebagai sumber kehidupannya seperti orang Bajo. Orang-orang Bugis-Makasar, Bawean, dan Melayu dikenal sebagai masyarakat pesisir; serta terdapat pula komunitaskomunitas pedalaman, antara lain orang Gayo di Aceh, Tengger di Jawa Timur, Toraja di Sulawesi Selatan, Dayak di Kalimantan, dan lain sebagainya. Karakter itu ditambah lagi dengan perbedaan-perbedaan tipe masyarakatnya. Sesungguhnya multikultural tersebut sebagai suatu keadaan obyektif yang dimiliki bangsa Indonesia. Tetapi kemajemukan itu tidak menghalangi keinginan untuk bersatu. Sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara Indonesia yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang multikultural, multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka. Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial-politik yang pluralistik.
Dengan memahami filsafat pancasila, maka kita lebih arif dan bijaksana dalam memandang keberagaman tersebut. Pancasila adalah ideologi terbuka dan tidak boleh mereduksi pluralitas ideologi sosial-politik, etnis dan budaya. Melalui Pancasila seharusnya bisa ditemukan sesuatu sintesis harmonis antara pluralitas agama, multikultural, kemajemukan etnis budaya, serta ideologi sosial politik, agar terhindar dari segala bentuk konflik yang hanya akan menjatuhkan martabat kemanusiaan itu
Ada lima hal penting jika melihat hubungan antara pancasila dan multikulturalisme:
1)  Multikulturalisme adalah pandangan kebudayaan yang berorientasi praktis yakni menekankan perwujudan ide menjadi tindakan. Multikulturalisme menghendaki proses belajar mengenaiperbedaan kebudayaan yang dimulai dari sikap dan interaksi antar kebudayaan.
2) Multikulturalisme menjadi grand strategi dimasa depan khususnya dalam pendidikan nasional yang menekankan learning by doing or practicing.
3) Memosisikan multikulturalisme sebagai perwujudan pancasila maka kebudayaan tidak lagi dijadikan sampiran atau embel-embel saja, atau kambing hitam jika terjadi pergolakan masyarakat, melainkan dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa karena bang sa bertumpu pada persoalan kebudayaan.
4) Dengan memosisikan pancasila sebagai cita-cita, maka semua persoalan dalam masyarakat tidak akan mempersulit posisi pancasila tetapi justru akan mendukungnya.
5) Perubahan dari cara berfikir pluralisme ke multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan kebudayaan yang menyangkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan. Diperlukan dua syarat a) harus meiliki pemahaman mengenai multikulturalisme di Indonesia b) kebijakan harus berjangka panjang dan konsisten.
Upaya-upaya untuk mewujudkan kehidupan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya dapat dilakukan dengan menerapkan sikap-sikap sebagai berikut:
  1. Manusia tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan tertentu, dimana sistem nilai dan makna diterapkan dalam berbagai simbol-simbol budaya dan ungkapan-ungkapan bangsa.
  2. Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sistem makna yang berbeda, sehingga budaya satu memerlukan budaya lain. Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka akan memperluas cakrawala pemahaman akan makna multikulturalisme.
  3. Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.
  4. Paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga kompetensi normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
  5. Integrasi sosial yang menjamin bahwa koordinasi tindakan politis tetap terpelihara melalui sarana-sarana hubungan antar pribadi dan antar komponen politik yang diatur secara resmi tanpa menghilangkan identitas masing-masing unsur kebudayaan.
  6. Sosialisasi yang menjamin bahwa konsepsi polotik yang disepakati harus mampu memberi ruang tindak bagi generasi mendatang dan penyelarasan konteks kehidupan individu dan kehidupan kolektif tetap terjaga.
Dapat dikatakan bahwa secara konstitusional negara Indonesia dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam kebhinnekaan. Demokratis dan berkeadilan sosial, belum sepenuhnya tercapai. Konsekuensinya adalah keharusan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya yang maju, tatanan sosial politik yang demokratis dan struktur sosial ekonomi masyarakat yang adil dan bersifat kerakyatan.

2.      Kata-kata yang dipopulerkan pada masa sekitar lahirnya Pancasila yaitu Philosofische Gronslag, Weltanschauung, dan alat perekat batin.
a.       Philosofische Gronslag ( Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara)
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosofisschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”. Pancasila merupakan dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum). Serta melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Tap No. XVIII/MPR/1998 mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara RI.
Pancasila sebagai dasar atau basis filosofi bagi Negara dan tertib hukum Indonesia, dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Pancasila merupakan dasar filsafat Negara (asas kerohanian Negara), pandangan hidup dan filsafat hidup
b.      Di atas basis (dasar) itu berdirilah Negara Indonesia dengan asas politik Negara (kenegaraan) yaitu berupa Republik yang berkedaulatan rakyat
c.       Kedua-duanya menjadi basis penyelenggaraan kemerdekaan Negara sebagaimana tercantum dalam hukum positif Indonesia, termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
d.      Di atas Undang-Undang Dasar (yaitu sebagai basis) maka berdirilah bentuk susunan pemerintahan dan keseluruhan peraturan hukum positif yang lainnya, yang mencakup segenap bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan hidup bersama yang berasas kekeluargaan
e.       Segala sesuatu yang disebutkan di atas adalah demi tercapainya suatu tujuan bersama yaitu tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara tersebut yaitu kebahagiaan bersama, baik jasmaniah maupun rohaniah serta Tuhaniah.
Pada hakikatnya jika kita berbicara mengenai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara dapat diketemukan dalam dokumen historis sebagai berikut:
1.        Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut :
v  Kebangsaan Indonesia.
v  Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
v  Mufakat atau Demokrasi.
v  Kesejahteraan sosial.
v  Ketuhanan.

2. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Zyumbi Tioosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v  Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
v  Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
v  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.  Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPUPKI merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :
a.  Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b.  Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c.  Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v  Kemanusiaan yang adil dan beradab.
v  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
v  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs.Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen. Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS. Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Prikemanusiaan.
v Kebangsaan.
v Kerakyatan.
v Keadilan Sosial.

5.  Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi. Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai Konstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :

1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan bentuk aradi dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
V Prikemanusiaan.
V Kebangsaan.
V Kerakyatan.
V Keadilan Sosial.

a.       Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah aradi yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
V Kemanusiaan yang adil dan beradab.
V Persatuan Indonesia.
V Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
V Keadilan aradi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.

b.   Weltanschauung (Dasar Pandangan Hidup Bangsa)
            Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan aradi, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.  Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari. Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hidup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.
            Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pemikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia maka pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat artinya nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.

c.    Pancasila sebagai Alat Perekat Batin
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian  diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Indonesia adalah bangsa yang mampu mempertautkan solidaritas aradigm, merangkum tak kurang dari 250 kelompok etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa, Indonesia mampu menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi isolasi pergaulan antarsuku. Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk mengikat suku bangsa dalam sebuah aradi kebangsaan. Tepatnya sebelum pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai landasan aradi Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat menyinggung “aradi kebangsaan” yang mengandaikan kedaulatan yang berfungsi aradi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta kesempatan luas berhubungan dengan aradi lain. Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang beragam dalam hal agama, suku, etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan aradigmnc, dan iklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang disebut Soekarno sebagai “identitas nasional”, “kepribadian nasional”, dan “berkepribadian dalam kebudayaan”.
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia, kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (”berbeda-beda namun satu jua”) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara ”bhineka tunggal ika” mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis dan agama. Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan secara publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan, demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok minoritas.
Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan persatuan dan kesatuan Indonesia, perekat batin setiap warga negaranya untuk saling menghormati, menyayangi dan melengkapi satu dengan lainnya. Melupakan Pancasila sama  artinya dengan mengingkari  ikrar, kesepakatan,  atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain  itu, juga dem ikian,  manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah   kesepakatan itu, maka sama artinya dengan  melakukan pengingkaran sejarah dan  janji  yang telah disepakati bersama.
Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu. Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila  memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di aradi lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa  ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan  alat pemersatu, ialah Pancasila.

3.   a. With God blessing and moved by the high ideal of a free nation life, the Indonesian people hereby declare their indevendence
yang berarti “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” (Alinea ke 3 Pembukaan UUDNRIT 1945)
            Makna dari kalimat tersebut adalah menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal tersebut berarti bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan material dan spiritual serta keseimbangan kebidupan di dunia dan di akhirat. Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan (sejak dari Piagam Jakarta) serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya yang berwawasan kebangsaan. 
b. Since aradigmnce is the right of every nation, any subjugation in this world is contrary to humanity and justice and must therefore be abolished
yang artinya adalah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” (Alinea ke 1 Pembukaan UUDNRIT 1945)
            Makna yang terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah kemerdekaan melawan penjajah.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia. Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa. 
            Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia. Pendirian tersebut itulah yang melandasi dan mengendalikan politik luar negeri kita.
       
B. 1. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan dasar Negara Pancasila mengacu pada 5 hal yaitu sintesis dari demokrasi barat, islamisme, marxisme, nasionalisme Sun Yat Send dan Humanisme ala Ghandi. Namun demikian pemikiran Soekarno mendasar pada kausa materialis yang ada pada bangsa Indonesia yaitu nilai ke-Tuhanan YME, kemanusian, semangat kekeluargaan atau gotong royong, realitas etnis dan kebudayaan.
a. Indentifikasi Permasalah
Setiap bangsa dalam mewujudkan cita-cita kehidupannya secara objektif memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan melalui suatu proses serta perkembangan sesuai dengan latar belakang sejarah, realitas social, budaya, etnis, kehidupan keagamaan dan konstelasi geografis yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Pada mulanya core philosophy liberalism-individualisme ditolak oleh para pendiri bangsa, namun pada akhirnya tidak dipungkiri pemikiran Soekarno dalam perumusan Pancasila mengacu pada demokrasi barat, islamisme, marxisme, nasionalisme Sun Yat Send dan Humanisme ala Ghandi. Yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalah bilamana pemahaman pada Pancasila tersebut tidak secara komprehensif. Bisa saja suatu saat pemikiran yang mempengaruhi Pancasila tersebut lebih dominan dilaksanakan dibandingkan nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri. Misalnya Pancasila dilaksanakan lebih kepada Marxisme, hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi bangsa dan warga Negara Indonesia atau lebih kepada demokrasi barat yang bebas terutama dalam era globalisasi sekarang.

b. Rumusan Masalah
a.  Bagaimana peran dan kekuatan Pancasila sebagai filterisasi masuknya ideology-ideologi asing ke Negara Indonesia?
b. Apasajakah dampak yang ditimbulkan bilamana pemahaman terhadap historis dan nilai-nilai luhur Pancasila tidak dilaksanakan secara komprehensif dan maksimal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?
c. Langkah apasajakah yang dapat ditempuh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?
c.       Alternative Kebijakan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disusun alternative kebijakan yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi pada permasalahan tersebut, yaitu:
1. Aktualisasi Pancasila secara Subyektif dan secara Obyektif
2. Menolak dengan tegas ideology dan pengaruh globalisasi yang masuk ke Indonesia

d.      Kebijakan yang paling memungkinkan untuk dilakukan
Kebijakan yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah pada poin pertama yaitu Aktualisasi Pancasila secara Subyektif dan secara Obyektif.

b.      Action Plan kebijakan
            Pancasila sebagai ideology bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang dikontruksi oleh para pemikir atau elit politik yang memandang  perlu adanya system konvensi yang dapat menjadi kekuatan pengikat mental masyarakat (Mustansyir, 2006:3). Pancasila memiliki peran dan kekuatan dalam filterisasi berbagai ideology yang masuk ke Indonesia. Ideology yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan budaya Indonesia akan segera terpinggirkan dan disaring untuk tidak masuk ke Indonesia. Hanya saja hal ini harus ditunjang dengan pemahaman komprehensif oleh seluruh warga Negara Indonesia akan pentingnya nilai-nilai luhur Pancasila tersebut baik secara konseptual maupun secara historis Pancasila sehingga internalisasi dan aktualisasi Pancasila secara Subyektif dan Obyektif dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Jika tidak maka akan berdampak pada penyalahgunaan Pancasila dan keacuhan terhadap nilai-nilai Pancasila.
            Konsekuensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara mengandung makna setiap aspek penyelenggaraan Negara, semua sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Aktualisasi Pancasila mengandung arti nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku warga Negara. Mengapa perlu aktualisasi dan Internalisasi Pancasila? ( Kaelan, 2013: 677)
a.       Perjuangan kemerdekaan Indonesia dijiwai oleh hasrat sedalam-dalamnya untuk mendirikan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
b.      Pancasila adalah landasan ideal dalam perjuangan melawan penjajah dan landasan kerohanian dalam tujuan nasional maupun internasional
c.       Penyelenggaraan kehidupan kenegaraan Indonesia pada hakikatnya berdasarkan atas suatu hukum dasar Negara yang mengandung suasana kebatinan dan cita-cita hukum.

Cara aktualisasi nilai-nilai Pancasila dibedakan menjadi aktualisasi Subyekti dan aktualisasi obyektif. Aktualisasi subyektif pelaksanaan Pancasila pada setiap pribadi perseorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Pelaksanaannya mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga jika perbuatan tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat hukum namun juga menimbulkan akibat moral.
Aktualisasi Pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam penyelenggaraan Negara baik di bidang legislative, eksekutif maupun yudikatif. Langkah-langkahnya:
a.       Menjadikan Pancasila sebagai penguji dalam menentukan suatu peraturan perundangan itu bermakna adil atau tidak
b.      Pelaksanaan UUDNRIT 1945 dan undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok yang tercantum dalam dasar filsafat Negara Indonesia
c.        Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus mengingat unsure yang terkandung dalam filsafat Negara
d.      Pelaksanaan interpretasi harus lengkap dan komprehensif mulai dari perundangan dibawah Undang-Undang sampai aspek kenegaraan lainnya
e.       Seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan Pancasila

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat dilaksanakan dengan hal-hal sebagai berikut ini:
a.       Pengetahua: pengetahuan yang benar tentang Pancasila baik aspek nilai, norma maupun aspek praksisnya. Dilaksanakan dengan pendidikan, tanpa pendidikan yang cukup maka pemahaman Pancasila sebagai ideology akan sangat pragmatis ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideology penerus bangsa
b.      Kesadaran: selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam dirinya
c.       Ketaatan: selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir yang berasal dari luar misalnya pemerintah dan wajib dari diri sendiri
d.      Kemampuan kehendak: yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan
e.       Watak hati dan nurani agar selalu mawas diri

2. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila tidaklah berdiri sendiri-sendiri, bila kita kelompokkan maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Filsafat Negara dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Namun demikian kita sadari bahwa sejak digulirkannya reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang banyak orang termasuk pejabat Negara seolah-olah enggan berbicara Pancasila.
a. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan dalam kalimat tersebut adalah kedudukan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan semakin lemahnya suara yang menyerukan Pancasila semenjak reformasi tahun 1998 sampai pada saat ini. Mulai dari pejabat sampai pada rakyat nampaknya takut jika harus menyebut, membicarakan apalagi menyuarakan Pancasila dengan lantang, keras dan jelas. Dengan demikian timbul pertanyaan dibalik semua keadaan dan kejadian semacam tersebut.

b. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan Pancasila menjadi sebuah momok yang menakutkan untuk dibicarakan?
2. Mengapa kedudukan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara tidak berjalan baik dan maksimal?
3. Mengapa pelaksanaan pemerintahan nampaknya menjauh dari kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, landasan berpikir dan bertindak bagi Bangsa Indonesia? 
c.       Alternative Kebijakan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disusun alternative kebijakan yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi pada permasalahan tersebut, yaitu:
1.      Menguatkan peranan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai bentuk pendidikan moral, etika dan politik Pancasila
2.      Mengadakan suatu bentuk sosialisasi dan pembudayaan Pancasila
3.      Menjadikan Pancasila sebagai sebuah Doktrin komprehnesif yang memaksa

d.      Kebijakan yang paling mungkin dilakukan
Berdasarkan beberapa kebijakan yang saya tawarkan dia atas yang paling memungkinkan dan dampaknya cukup baik dalam menyuarakan Pancasila yaitu dengan poin pertama:  Menguatkan peranan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai bentuk pendidikan moral, etika dan politik Pancasila.

e.Action Plan Kebijakan
Pancasila seakan enggan dibicarakan dan jauh dari kedudukan serta fungsinya sebagai Philosofische Gronslag dan National Weltanschauung bangsa Indonesia serta bukan dijadikan dasar pemikiran dalam membuat suatu kebijakan oleh pemerintah dapat saya analisis dari beberapa factor: pertama Pancasila dianggap sebagai alat politik orde baru yang pada saat itu menjadi sebuah tameng bagi tindakan dictator pejabat pemerintahan, sehingga ketika berbicara Pancasila seakan menguak luka lama dan dianggap sebagai pendukung pemerintah orde baru. Kedua, Pancasila dianggap sebagai symbol dan kalimat semata sebab lemahnya kekuatan Pancasila akibat nilai-nilai Pancasila yang tidak dilaksanakan oleh pejabat pemerintahan. Ketiga, kurang gencarnya pendidikan menyuarakan Pancasila sehingga generasi muda seakan baru mendengar kata tersebut. Dengan demikian, maka disinilah peran PKn yang sebenarnya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa matapelajaran PKn memuat dua kompetensi sikap yaitu rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Kedua kompetensi tersebut sangat penting dalam membentuk masyarakat Pancasila.
Hal ini juga sesuai dengan amanah PP No. 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PKn sebagai matapelajaran yang mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian Pancasila bangsa Indonesia senantiasa perlu untuk  dikuatkan dikuatkan aspek moral, etika dan politik Pancasila sehingga dengan demikian permasalahan mengenai kealfaan maupun penyelewengan penggunaan kedudukan dan fungsi Pancasila dapat terselesaikan atas dasar pemikiran (aradigm) dalam memecahkan masalah tersebut sebagai berikut:
a.    Membelajarkan PKn. PKn sebagai sebuah model pendidikan moral, etika, politik bangsa harus dikembangkan sebagai pendidikan terhadap sikap/ watak bangsa (civic disposition) dengan tujuan mulia membangun bangsa yang beradab dengan basis moral, etika dan politik Pancasila. Sebab PKn sendiri sudah memilki suatu potensi sebagai matapelajaran yang terdiri dari nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kenegaraan dimana Pancasila sebagai Dasar Negara dijadikan sumber dari moral, etika dan politik itu sendiri, selain itu Pancasila sebagai sumber dari segala hukum yang berlaku di Indonesia dimana Undang-undang Dasar tahun 1945 dijadikan sebagai landasan konstitusional dalam membentuk karakter bangsa dan mewujudkan sebuah Negara yang ber-Ketuhanan. Dengan demikian,  maka melalui PKn bukan sebuah hal mustahil untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, berakhlak mulia serta aktif dalam berpolitik yang berlandaskan moral dan etika Pancasila.

b.   Menguatkan eksistensi Pancasila melalui PKn. Bila dapat diibaratkan, maka saya akan mengibaratkan Pancasila sebagai sebuah mobil yang didalamnya ada seorang supir yaitu PKn dan ada penumpang yaitu peserta didik maupun warga Negara. Pancasila sebagai sumber moral, etika dan politik. Pancasila telah dimiliki oleh bangsa indonesia sejak dahulu, kausa utama Pancasila adalah manusia atau apabila diekplisitkan merupakan bangsa indonesia sendiri. Nilai-nilai luhur dalam Pancasila sudah diaplikasikan oleh bangsa indonesia sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republic Indonesia. Hal ini terus berkembang dan kemudian dirumuskanlah niali-nilai tersebut menjadi dasar negara indonesia yang sah secara hukum dan ditaati oleh seluruh bangsa Indonesia. Sedangkan PKn merupakan alat etika politik yang dikembangkan atas wawasan-wawasan kebangsaan dimana perbedaan, pertentangan, kesejahteraan, pertukaran pemikiran dilaksanakan beasaskan kekeluargaan yang Pancasilais.

c.       Tugas dan tanggung jawab pendidik PKn. Pendidik PKn selayaknya terus meningkatkan kemampuan dan profesionalisme dalam pendidikan. Pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai sosok yang memiliki pengalaman belajar, menjadi contoh (teladan) dan punya integritas, teman bertukar pikiran bagi peserta didik sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, interaktif, serta menjadi tokoh yang inspiratif bagi pesrta didiknya. Selain itu tentu saja watak dan tindakan pendidik harus mencermikan etika politik Pancasila sehingga komunikasi antara pendidik dan peserta didik tidak hanya dalam proses pembelajaran melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan mengorganisasikan materi pembelajaran bukan hanya dalam bentuk informasi namun memungkinkan pesrta didik menemukan sebuah permasalahan, mencari solusi atas permasalahan tersebut dan membangun ide-ide baru berkaitan dengan kasus actual yang terjadi dilingkungan kehidupannya. Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik terlatih untuk berpikir, berdialog dengan orang lain, menerima pendapat orang atau dengan istilah beretika politik Pancasila.

d.      Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketercapaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan. Peserta didik sebagai subyek dari evaluasi harus senantiasa dipantau kemampuannya secara berkesinambungan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses Pembelajaran, pelaksanaan proses Pembelajaran, penilaian hasil Pembelajaran, dan pengawasan proses Pembelajaran untuk terlaksananya proses Pembelajaran yang efektif dan efisien (pasal 19 ayat 3 PP No. 32 tahun 2013).

Proses evaluasi ini diharapkan bukan hanya mengukur kemampuan kognitif (pengetahuan siswa saja) namun harus menekankan kemampuan afektif siswa(sikap). Sebab moral, etika dan politik sendiri merupakan kompetensi sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik. Moral, etika dan politik hendaknya dibangun dan dievaluasi berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai Philosofische Gronslag dan National Weltanschauung bangsa Indonesia.
    Daftar Pustaka
Asa Mandiri. (2006). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Asa Mandiri

Asa Mandiri. (2006). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan       Nasional.  Jakarta: Asa Mandiri

Kaelan. (2013). Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Mustansyir, R. (2006). Notonagoro sebagai Homo Significans atas Ideologi Pancasila. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013  tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan